SEGERAKAN PERPU CIPTA KERJA MENJADI UU UNTUK MEMANEN MANFAAT
OPINI
Oleh:
Dr. Emrus Sihombing Jubir Tim Serap Aspirasi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja), sebaiknya segera ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU). Lebih cepat lebih baik. Mengapa? Sebab perpu ini, menurut hemat saya, mampu mendobrak kemapanan sosial dari watak karyawan atau pencari kerja atau status buruh yang selama ini terkonstruksi secara sosial menjadi “penantang badai” untuk menjadi pengusaha kuat dan sukses.
Jika kita telisik isi Perpu Cipta Kerja, selanjutnya dalam tulisan ini disebut sebagai UU Ciptaker Baru, banyak terkandung manfaat bagi negeri ini yang bisa kita panen bersama dari penerapan isi UU tersebut. Salah satu yang menonjol, para pelaku ekonomi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat diuntungkan. Kemudahan persyaratan dan perizinan, misalnya, melahirkan harapan munculnyaa pelaku-pelaku usaha/bisnis baru dalam lingkup UMKM.
Sebab ke depan, usaha mikro yang dibangun berbasis rumah tangga, misalnya, dipastikan mudah berkembang atau meningkat menjadi bisnis/usaha kecil. Kemudian usaha kecil bertumbuh menjadi bidang usaha menengah yang pada gilirannya melahirkan usaha menuju besar. Ujungnya, ada optimisme baru menjadi pemilik usaha/bisnis besar atau perusahaan induk (holding company) yang dimulai dari usaha mikro sebagai dampak positif dari penerapan isi UU Ciptaker Baru.
Dengan rentang tingkatkan pertumbuhan bidang usaha tersebut, dipastikan dapat melandaikan piramida struktur kesejahteraan ekonomi di tengah masyarakat. Sebab, sampai saat ini kesenjangan kesejahteraan ekonomi penduduk Indonesia masih dalam bentuk priramida yang sangat tajam. Hanya segelitir warga negara Indonesia yang berada pada struktur sosial sangat-sangat sejahtera (konglomerat). Ungkapan umum mengatakan tentang kekayaannya, “uangnya sudah tak berseri, bung”.
Akan lain halnya jika isi UU Ciptaker Baru diterapkan oleh semua pemangku kepentingan, mulai dari Presiden, para legislator, para Judikator, para birokrat di semua tingkatkan, hingga seluruh rakyat Indonesia, baik yang tinggal di pegunungan, di desa terpenci, di pinggir pantai, maupun di kota-kota yang tinggal di kantong-kantong kemiskinan, maka piramida struktur sosial ekonomi dipastikan melandaikan di tengah masyarakat. Artinya, kelompok masyarakat ekonomi menengah bertambah secara signifikan karena kelas sosial ekonomi bawah akan “bermigrasi” ke kelas ekonomi yang lebih sejahtera.
Optimisme baru terbangun, jumlah kelompok masayarakat ekonomi memengah lebih banyak daripada kelompok masyarakat ekonomi bawah maupun atas. Pada struktur sosial ekomoni semacam ini dapat dipastikan pengangguran berada pada titik terendah, kemudian bergeser ke titik nol (tidak ada pengangguran), sehingga tidak ada lagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di luar negeri. Ujung akhirnya, UU Ciptaker Baru “berakibat” positif yaitu, kurangnya tenaga kerja di Indonesia, sehingga yang terjadi sebaliknya, Tenaga Kerja Asing (TKA) yang mengadu nasib di Indonesia. Rakyat Indonesia menjadi tuan di negerinya snediri, seperti di beberapa negara di Arab. Kelak saat itu, Indonesia bertengger menjadi salah satu negara maju di dunia di bidang kesejahteraan ekonomi.
Indonesia menjadi negara maju sangat mungkin terjadi. Selain lebih banyak masyarakat di posisi ekonomi menengah, sumber daya alam Indonesia masih melimpah ruah di perut daratan dan di seluruh wilayah maritim bumi Indnesia. Oleh karena itu, tidak berlebihan isi UU Ciptaker Baru ini menjadi salah satu jawaban konstitusi kita yaitu mewujudkan kesejahteraan dan kekadailan sosial (termasuk ekonomi) bagi seluruh rakyat Indonesia.
Salam,
Dr. Emrus Sihombing