Wacana Penanganan Dugaan Korupsi Penetapan Izin Ekspor Baby Lobster Harus Lepas Dari Politik Prakmatis
Jakarta, pelitarakyat.co.id, Pasca tertangkap tangannya Menteri KKP Edhy Prabowo oleh KPK membawa sejumlah pandangan dan pendapat dari para pengamat. Apa yang diungkapkan para pengamat adalah sesuatu yang perlu dianalisa dan telaah, sebab EP adalah seorang mentri pun berasal dari partai besar. Setiap peristiwa yang terjadi pasti dapat dikaitkan dengan haru biru politik tanah air.
Menyikapi tertangkap tangannya EP (Menteri KKP), Pakar Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan bahwa wacana penanganan dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster harus lepas dari politik prakmatis. Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Emrus Corner ini menyampaikan ada delapan poin pandangan bahasan terhadap topik diatas. Berikut pandangan Emrus yang harus disimak :
1. Sekalipun EP seorang politisi, salah satu pimpinan di sebuah partai dan sebagai menteri, agar wacana pengungkapan lebih produktif, maka perbincangan penangananan kasus dugaan perilaku koruptif terkait dengan perizinan ekspor baby lobster harus lepas dari kepentingan politik prakmatis. Lebih produktif lagi jika wacana berbasis kacamata hukum.
2. Setelah penetapan sebagai status tersangka kepada EP, maka itu sebagai bagian dari fenomena hukum. Artinya, sudah menjadi rana hukum. Perbincangan publik pun sejatinya dari perspektif hukum.
3. Karena itu, saya berpendapat agar para pihak sebaiknya berbicara fakta, data, bukti dan argumentasi hukum yang terkait dengan fenomena hukum tersebut.
4. Jadi, jangan dikaitkan dengan politik prakmatis, misalnya antara lain Pilkada, sehingga proses yang terjadi murni dalam koridor hukum dan berjalan secara objektif, normatif dan independen.
5. Jika ada aktor sosial (politik) mengaitkan kasus tersebut dengan politik prakmatis, justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian di ruang publik. Atau aktor tersebut bisa jadi mempunyai agenda mengaburkan wacana substansi dugaan perilaku koruptif tersebut.
6. Para politisi prakmatis agar bisa menahan diri untuk tidak menyampaikan lontaran-lontaran komunikasi politik di ruang publik yang berpotensi membingungkan masyatakat.
7.Jika para pihak memiliki sekecil apapun fakta, data dan bukti hukum yang reliabel dan valid terkait dengan penetapan tersengka tersebut, menurut saya, sesegera mungkin diserahkan ke KPK secara langsung dan meminta tanda terima.
8. Pandangan yang bersifat politik prakmatis dari para pihak mana pun harus dikesampingkan agar lebih mudah mengungkap persoalan tersebut secara mendalam, konprihenship dan lengkap dari perspektif hukum semata.
Salam,
Emrus Sihombing
Komunikolog Indonesia