Masalah DBD Perlu Kesadaran Dan Kerjasama Semua Pihak
Pelitarakyat.co.id – Tasikmalaya, Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi pendarahan seperti uji tourniquet (rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi berdarah dan lain sebagainya.
Sampai saat penyakit Arbovirus, khususnya DBD ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup masyarakat.
Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan di rumah sakit.
Faktor-faktor yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain kepadatan vektor, kepadatan penduduk yang terus meningkat sejalan dengan pembangunan kawasan pemukiman, urbanisasi yang tidak terkendali, meningkatnya sarana transportasi (darat, laut dan udara), perilaku masyarakat yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta perubahan iklim (climate change).
Pengendalian penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/ MENKES/SK/1992, dimana menitikberatkan pada upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain penatalaksanaan penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan dan sumber daya, memperkuat surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Manajemen pengendalian vektor secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.
Mengingat obat dan untuk mencegah virus Dengue hingga saat ini belum tersedia, maka cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan pengendalian vektor penular (Aedes aegypti). Pengendalian vektor ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan kegiatan PSN 3M Plus.
Upaya pemberdayaan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan PSN 3M Plus (menguras, menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang / memanfaat kembali barang-barang bekas) serta ditambah (Plus) seperti : menaburkan larvasida pembasmi jentik, memelihara ikan pemakan jentik, mengganti air dalam pot/vas bunga dan lain-lain. Upaya ini melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait melalui wadah Kelompok Kerja Operasional Demam Berdarah Dengue (Pokjanal DBD) dan kegiatan Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Olehkarena itu untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian
DBD dan mencegah terjadinya peningkatan kasus atau KLB, maka diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pengawasan dan penyuluhan kepada masyarakat agar melakukan PSN dengan 3M plus.
Lebih lanjut Kadiskes Kota Tasikmalaya, dr Uus Supangat,mengingat kan bahwa untuk kasus DBD yang ada dikota Tasikmalaya saat ini sudah mencapai 1.100 orang jadi ini harus ditangani secara bersama-sama,pemerintah maupun masyarakat.
Saat ini pemerintah melalui Dinas kesehatan Kota Tasikmalaya terus berupaya melakukan penyemprotan atau poging.
Lebih lanjut,dr Uus menghimbau kesadaran masyrat untuk selalu hidup bersih disetiap lingkungan atau rumah masing-masing kontrol selalu tempat-tempat yang ada genangan air diluar rumah maupun didalam rumah,
Karena nyamuk-nyamuk yang sekarang sangat aktif. Yu.. Mulai hidup sehat dan bersih kalau bukan diri sendiri siapa lagi,kalau bukan sekarang kapan lagi,pungkasnya, (YADI)