Bersama Masyarakat Kepolisian Bisa Humanis Menangani Berbagai Masalah
Oleh: Arif Sanjaya Sibarani Wartawan Surat Kabar Pelita Rakyat
SIANTAR,pelitarakyat.co.id – Sejauh mata memandang, siapapun sudah mengetahui apa sebenarnya tugas-tugas yang diemban Kepolisian Republik indonesia. Tugas itu adalah melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat. Itu sudah tercatat dalam Undang-undang Kepolisian Republik Indonesia. Cukup terhormat dan bermartabat memang tugas Kepolisian di Indonesia.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia disebutkan bahwa fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Hal ini juga diperkuat dengan Pasal 4 yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azazi manusia.
Namun seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan globalisasi dunia dewasa ini, Kepolisian dan jajarannya juga dituntut untuk bergerak cepat dalam mengimbangi laju perkembangan zaman dengan mengedepankan hak azazi manusia.
Jadi intinya, Kepolisian Republik Indonesia saat ini tidak bisa lagi main-main seperti tujuh tahun atau belasan tahun lalu. Apalagi mencoba bermain mata dengan pesakitan hukum maupun lainnya. Jangan coba-coba. Karena semua itu akan terungkap, dalam waktu yang tidak terbatas. Bisa esok, lusa atau dalam hitungan bulan dan tahun.
Hal itu sepertinya sudah tersirat dengan adanya perubahan globalisasi dunia yang juga diiringi dengan semakin melesatnya dunia digitalisasi sampai ke pelosok desa. Bayangkan dalam hitungan detik seseorang bisa mengetahui berbagai kejadian atau peristiwa di belahan negara dunia. Mulai dari yang sifatnya edukasi atau pendidikan, kriminal, kenegaraan, kisah kasih asmara, bahkan sampai video terlarang sekalipun.
Sekarang Kepolisian Republik Indonesia tidak bisa menganggap dirinya paling berkuasa atau paling tidak memiliki kekuasaan diantara institusi keamanan lainnya. Sehingga hal-hal yang mungkin sudah dinyatakan menyalahi ketentuan bisa diredam atau dipendam dengan dalih tidak memenuhi unsur hukum pidana atau lainnya yang terkesan dibuat-buat. Sehingga berujung dengan rasa ketidakpuasan masyarakat atau publik. Contoh untuk itu sudah banyak terjadi.
HARUS PRO AKTIF
Kepolisian di masa depan adalah gambaran bagaimana tugas melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat tercover dengan professional. Paling tidak Kepolisian saat ini harus benar-benar pro aktif dan membuat masyarakat puas, terlayani.
Artinya saat warga membuat pengaduan diantaranya masalah kriminal, pencurian, perjudian, narkoba dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di kantor kepolisian, terutama Polsek-Polsek, harus secepatnya diproses dan ditindaklanjuti. Bukan sebaliknya, bersifat menunggu. Sehingga masyarakat merasa tidak puas, resah menunggu keberkelanjutan gerakan Kepolisian
Salah satu contoh adalah terungkapnya kasus penyerobotan tanah dan bangunan oleh pihak lain yang bukan miliknya di DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Padahal pengaduan kepada Kepolisian Republik Indonesia sudah dilakukan namun tidak pernah diproses atau ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Kemudian pemilik rumah yang sebenarnya dengan penuh harap memohon kepada Presiden Joko Widodo agar membantunya dalam memperoleh keadilan di negeri ini atas tanah dan rumahnya yang sudah direbut pihak lain.
Dengan serta merta Presiden Joko Widodo menindaklanjuti permohonan tersebut dan memerintahkan pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kasus dugaan perebutan hak tanah dan rumah tersebut.
Pihak Kepolisian akhirnya bergerak cepat menindaklanjuti periintah Presiden Jokowi. Sehingga terbongkarlah dugaan penyalahgunaan dan rekayasa berbagai dokumen yang dilakukan mafia tanah yang melibatkan oknum-oknum di instansi pertanahan Indonesia.
Setelah itu menyusul terungkapnya berbagai dugaan permainan mafia tanah lainnya dalam kasus-kasus sengketa tanah yang dilakukan secara kolaborasi dengan aparat guna memuluskan dugaan merebut atau penguasaan tanah milik orang lain yang telah disunglap melalui rekayasa dokumen surat-surat maupun tandatangan palsu.
Ke depan, hal seperti itu hendaknya tidak terulang kembali. Seolah-olah pihak Kepolisian Republik Indonesia baru bergerak setelah adanya perintah orang nomor satu di Indonesia untuk menindaklanjuti adanya dugaan terpendamnya pengaduan tentang penyerobotan atau perampasan hak atas tanah dan rumah pemilik yang sebenarnya.
Tampaknya citra Kepolisian Republik Indonesia saat ini sedang dalam pertaruhan besar untuk bangkit kembali setelah melewati berbagai tantangan dan cobaan yang telah menghantam tubuh institusi kepolisian ini.
Namun untuk membangkitkan kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian Repbulik Indonesia memang butuh waktu. Paling tidak, Kepolisian harus melakukan hal-hal yang baik seperti meningkatkan layanan, mengayomi dan benar-benar melindungi masyarakat dengan cara persuasif.
Misalnya mengawasi jalan-jalan yang rawan begal dan menangkap para pelaku begal yang sudah merampok sepeda motor sejumlah warga dan lainnya. Selain itu Kepolisian juga diharapkan dapat menyantroni tempat-tempat stratetgis yang diduga sebagai peredaran/penjualan narkoba.
Tidak serperti dewasa ini ada juga pihak Kepolisian di suatu kota yang terkesan mengabaikan aduan warga kepada pihak Kepolisian tentang adanya dugaan peredaran dan penjualan narkoba di berbagai kawasan tertentu.
Sayangnya, Pihak Kepolisian tersebut hanya menyatakan dalam WhatsApp, “terima kasih, infonya akan ditindaklanjuti”. Namun realisasi untuk turun ke lapangan yang ditunggu-tunggu ternyata tidak juga dilakukan.
Itu dilakukan berkali-kali setiap ada temuan warga yang melaporkan masalah narkoba kepada pihak Kepolisian. Sehingga bisa menimbulkan asumsi atau tafsiran negatif terhadap instansi Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam melakoni tugas dan fungsinya, Kepolisian Republik Indonesia sepertinya tak bisa bekerja sendiri dalam memberantas narkoba maupun lainnya yang bersifat kriminal. Semua itu hanya bisa dilakukan dengan cara kolaborasi melalui pemberdayaan masyarakat.
Dengan kebersamaan masyarakat Kepolisian Republik Indonesia diyakini bisa memberantas narkoba dan lainnya dengan cara yang lebih humanis. Sesuai dengan motto Kepolisian Republik Indonesia yang Presisi, yakni Prediktif, Responsibilitas dan Transparan Berkeadilan.
Kita yakin dan percaya bahwa Kepolisian Republik Indonesia dewasa ini sedang berupaya bangkit. Hal itu bisa dilihat dengan adanya penegakan hukum seperti memberantas berbagai perjudian, narkotika jenis sabu dan ganja, serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan lainnya di sejumlah provinsi Indonesia.
Bahkan dalam penegakan internal Kepolisian Republik Indonesia juga telah melakukan tindakan tegas seperti menghukum dan memecat anggota Kepolisian Republik Indonesia yang terjerat dengan masalah hukum.
Teranyar adalah Tiga Anggota Kepolisian yang diduga melakukan percobaan perampokan sepeda motor dengan modus jadi pembeli di Medan, Sumatera Utara telah dipecat oleh pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut). Langkah-langkah dan tindakan tegas tersebut tentu mendapat apresiasi masyarakat Indonesia.
Sepanjang mata memandang, masyarakat Indonesia saat ini sangat mengharapkan adanya berbagai perubahan dalam tubuh Kepolisian dalam melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat dalam rangka menegakkan kembali kepercayaan masyarakat sekaligus mengembalikan citra Kepolisian Republik Indonesia seutuhnya. Sehingga asumsi yang berkembang di tengah masyarakat bisa hilang dengan sendirinya. Semoga! (*/Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Penulisan Artikel Berita HUT-71 Humas Polri Tahun 2022)