Proyek Revitalisasi Bantuan Pendidikan Rp2,8 M Disorot Media Massa,Oknum Kepsek SMKN 1 Way Bungur Marah dan Usir Wartawan; Tuding Bertanya layaknya Inspektorat
LAMPUNG TIMUR,pelitarakyat.co.id – Oknum Kepala Sekolah (Kepsek) SMKN 1 Way Bungur, YFH, marah yang berujung pengusiran terhadap wartawan ketika dikonfirmasi terkait proyek revitalisasi bantuan pendidikan di sekolah lokasi tersebut. Peristiwa itu terjadi di ruangan Kepala Sekolah SMKN 1 Way Bungur, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur, Rabu, 17 September 2025.
YFH beralasan bahwa pertanyaan yang diajukan wartawan selayaknya seperti seorang inspektorat. Padahal, kehadiran wartawan di sekolah itu untuk menguji informasi sekaligus melakukan cek dan recheck, selain dari menjalankan fungsi Pers yakni sebagai media informasi, kontrol sosial dan edukasi. Sebagaimana layaknya wawancara, sudah barang tentu akan terjadi dialog tanya jawab antara dua pihak.
Awak media Surat Kabar Pelita Rakyat datang dengan ditemani seorang rekan sesama jurnalis untuk menghimpun keterangan lebih lanjut setelah sebelumnya menerbitkan berita perihal pelaksanaan pembangunan revitalisasi pendidikan di SMKN 1 Way Bungur dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 senilai Rp2.826.418.000.
“Sebelumnya kami mendapat pesan WA dari Ketua Panitia Pelaksana Pembanguan SMKN 1 Way Bungur, Sukatno, Selasa (16/9) pagi. Berdasarkan petunjuk Sukatno, kami dipersilakan datang ke sekolah jika ingin melakukan konfirmasi kepada kepsek pada Rabu pagi,” ujar Safarudin, Rabu (17/9).
Lebih lanjut Safarudin mengatakan, setelah bertemu dan saling bersalaman, YFH kemudian menyinggung soal tidak adanya konfirmasi terhadap dirinya mengenai berita sebelumnya. Kedua wartawan pun menjelaskan bahwa pihaknya sudah mewawancarai Konsultan Perencana, Panitia Pelaksana Proyek dan pekerja sesuai fakta yang ada di lapangan.
Oknum Kepsek SMKN 1 Way Bungur menyangkal pemberitaan yang mengatakan bahwa pekerja di proyek tersebut tidak mengenakan APD. Dia berkelit bahwa pekerja pada proyek revitalisasi di SMKN 1 Way Bungur selalu memakai APD. Padahal, wartawan sempat merekam dan bertanya kepada seorang pekerja mengapa tidak memakai APD dan dijawab ‘Belum dibelikan’?
YFH kemudian menyinggung narasi pada berita yang memuat frasa ‘Mengapa sekolah bangunan SMKN 1 Way Bungur masih terlihat kuat dan cantik namun bisa mendapatkan bantuan sementara sekolah lain tidak. YFH menjelaskan bahwa jika ada sekolah lain yang tidak mendapatkan bantuan itu maka pengurus sekolah itu tidak memperbaharui atau meng-update data pada aplikasi Takola.
“Ya Allah, Pak, makanya pahami materi. Lihat dulu yang udah pada keropos itu kita foto, masuk namanya Takola. Nanti di Takola itu kelihatan mana yang rusak , itulah yang dilihat mereka, kita ngajuin proposal. Bapak mau melarang siapa saya dapat bantuan ini? Ini bangunannya masih kokoh, udah, dirusak gitu maksudnya?,” gubrisnya.
Saat ditanya mengenai kiat-kiat mendapatkan bantuan pendidikan dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, YFH mengklaim siap berbagi pengalaman kepada pengurus sekolah lain mengenai tata cara pengajuan proposal agar dapat diterima.
“Berarti dia tidak update data di Takola. Sampein ke mereka kalau mau belajar ke SMKN1 Way Bungur, bilang! Kebetulan operator saya memang kemarin juga kami diundang sama BPKP, saya disuruh berbagi Praktik Baik ke sekolah yang sekolahnya memang sangat sederhana tapi enggak dapat bantuan. Sudah, saya dengan Pak Anton berangkat,” ungkapnya.
Pada bagian lain, kemarahan oknum Kepsek SMKN 1 Way Bungur itu memuncak ketika wartawan menanyakan data jumlah pekerja berikut nilai upahnya. Pertanyaan ini bertujuan agar publik dapat mengetahui pengalokasian anggaran dalam proyek revitalisasi bernilai Rp2.8 miliar itu, apakah jumlah pekerja dan peralatan yang digunakan jauh di bawah kebutuhan atau tidak? Begitu juga dengan standar mutu dari pengerjaan itu.
“Yang bersangkutan marah waktu ditanya soal data jumlah pekerja walau akhirnya menjawab. Menurut penjelasan Kepsek, ada 34 orang yang bekerja pada proyek revitalisasi itu. Masyarakat berhak mendapatkan informasi mengenai jumlah tenaga kerja beserta nilai upahnya. Ini demi menjaga akuntabilitas penggunaan anggaran agar tidak terjadi dugaan manipulasi daftar gaji atau kecurangan dalam penganggaran upah tenaga kerja pada proyek tersebut. Apakah digaji sistem mingguan, bulanan atau juga borongan? Mengapa? Karena proyek yang sedang dikerjakan ini bersifat swakelola. Data jumlah tenaga kerja dan berapa kisaran upahnya itu kan bukan informasi yang dikecualikan, bukan rahasia negara,” ucap Safarudin.
Merasa tidak nyaman dengan pertanyaan wartawan, oknum Kepsek SMKN 1 Way Bungur kemudian menghubungi anggota kepolisian Polsek Way Bungur dan salah seorang tokoh warga setempat berinisial A. Tiga orang Bhabinkamtibmas beserta seorang warga sekitar kemudian mendatangi Safarudin di SMKN 1 Way Bungur.
Salah seorang anggota polisi sempat bertanya kepada Safarudin, “Ada apa?. Lantas dijawab, “silakan tanya sama kepsek yang panggil kalian. Nanti kalau ada penjelasan dari kepsek, saya juga akan kasih penjelasan”. Tokoh warga berinisial A itu kemudian menengahi perdebatan dan mengajak Safarudin bertemu di sebuah rumah makan pada sore harinya.
“Kita jurnalis bekerja sesuai kode etik. Kita dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menjamin dan melindungi kebebasan Pers sebagai hak asasi manusia. Jangan sesekali menghalangi kerja jurnalistik,” tegasnya.
Selain itu, sambungnya, dia belum sempat bertanya kepada oknum kepsek mengenai pemberdayaan tenaga kerja lokal. Menurut Safarudin, pelibatan warga sekitar sekolah harus diprioritaskan sebagai tenaga kerja dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan keluarga warga sekitar.
“Berdasarkan penelusuran kami di lapangan, orang yang bekerja di proyek itu ada yang bertempat tinggal di Wilayah 16 C, Kota Metro?,” imbuhnya.
Setelah mendapatkan sorotan dari media massa terkait ketidakpatuhan dalam manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), situasi terkini di lokasi konstruksi proyek revitalisasi di SMKN 1 Way Bungur telah dipasangi safety line (garis pembatas proyek). Selain itu, seluruh pekerja terlihat sudah mengenakan Alat Pelindung Diri (APD).
Kendati demikian, Safarudin menyayangkan sikap seorang pemimpin di sebuah lembaga pendidikan yang terkesan congkak dan alergi dengan wartawan. Dikatakannya, sikap seperti itu jauh dari cerminan seseorang yang berpendidikan tinggi yang ditempa untuk bersikap bijaksana.
“Pesan saya, jika tidak siap untuk dikritik, jangan jadi pemimpin. Jika tidak ingin diawasi, jangan ajukan proposal atau terima proyek. Kita berkecimpung di media massa memiliki kepentingan dalam pengawasan di pengadaan barang dan jasa apapun, selagi itu bersumber dari APBN atau APBD. Jika pembangunan sekolah itu bersumber dari uang pribadi kepsek maka kita tidak perlu ikut campur. Gitu aja kok repot?,” pungkasnya.
Agar publik mengetahui perkembangan atau progres pembangunan revitalisasi di sekolah tersebut, Surat Kabar Umum Pelita Rakyat (pelitarakyat.co.id) akan kembali menelusuri lebih lanjut.(Tim/S-RED)